SABDO PALON DAN NOYO GENGGONG sejatinya adalah “Penuntun Gaib Yang Mewujud”.
Beliau berdua senantiasa hadir
mengiringi raja-raja Jawa jaman Hindu-Budha. Beliau berdua pergi meninggalkan
tanah Jawa semenjak keruntuhan Majapahit th 1400 Saka atau 1478 Masehi.
Terkenal dengan SURYO SENGKOLO {kata sandi penanda tahun kejadian} yang sangat
popular yaitu SIRNA ILANG KERTHANING BHUMI {Sirna-0 Ilang-0 Kertha-4 Bhumi-1}
1400 Saka. Kalimat Kerthaning Bhumi diambil dari nama asli Prabu Brawijaya
pamungkas/terakhir yaitu Raden Kertha Bhumi.
Janji kedatangan SPNG diucapkan
di Blambangan, ketika Majapahit hancur diserang oleh pasukan Demak Bintara yang
dipimpin oleh R.Patah yang merupakan putra selir Prabu Brawijaya sendiri dengan
putri China
. Prabu Brawijaya meloloskan diri ke arah timur hendak menyeberang ke Bali , namun masih bertahan sementara di Blambangan
(Banyuwangi sekarang).
R.Patah pimpinan Demak Bintara
merasa bangga dapat menghancurkan Majapahit yang dia anggap sbg Negara kafir.
Serta merta setelah mendengar kabar berhasilnya dikuasai Majapahit oleh
pasukannya, R.Patah datang dari Demak ingin melihat langsung keadaan Majapahit,
setelah itu dengan rasa bangga beliau meneruskan perjalanannya ke pesantren
Ampeldhenta hendak mengabarkan keberhasilannya. Namun ternyata Nyai Ageng
Ampel, istri alm. Sunan Ampel malah mempersalahkannya. Nyai Ampel mengingatkan
kepada R. Patah bahwa dulu semasa Sunan Ampel masih hidup beliau berpesan dan
berfatwa bahwa Haram hukumnya bagi
murid-murid beliau ikut campur masalah politik atau malah berani merebut
kekuasaan Majapahit. Bahkan dengan tegas Nyai Ampel menambahkan bahwa R.Patah
telah berdosa 3 hal :
1. Kepada Guru, karena telah melanggar wasiat Sunan Ampel.
2. Kepada Ayah, karena prabu Brawijaya adalah ayah kandung
R.Patah.
3. Kepada Raja, karena raja adalah imam tidak boleh dilawan
tanpa alasan yang
benar.
Sebab selama prabu Brawijaya
memerintah tidak pernah melarang penyebaran agama Islam di tanah Jawa ini,
bahwan beliau menghadiahkan tanah Ampeldenta (Surabaya sekarang) sebagai daerah otonom.
Diijinkan untuk dipakai basis pendidikan agama bagi orang-orang muslim.
Dengan sangat menyesal R. Patah
meminta petunjuk bagaimana cara menebus kesalahannya. Nyai Ampel menyarankan
agar kedudukan prabu Brawijaya dikembalikan. Namun yang menjadi masalah adalah
kemanakah Sang Prabhu meloloskan diri. Perkiraan Nyai Ampel sang prabu ke Bali . R. Patah berniat menyusul sendiri, namun dicegah
oleh Nyai Ampel, karena setelah penyerangan Majapahit oleh pasukan Islam maka
tidak satupun orang Islam akan dipercayai oleh Sang Prabu. Tidak R. Patah, Nyai
Ampel atau para wali yang turut serta membantu penyerangan tersebut. Hanya ada
dua wali yang masih beliau percayai yaitu Syekh Siti Jenar dan Sunan Kalijaga.
Karena kedua wali ini terang-terangan menentang penyerangan pasukan Islam ke
Majapahit.
Karena hubungan R.Patah dengan
Syekh Siti Jenar tidak begitu baik, maka dia meminta pertolongan Sunan Kalijaga
untuk melacak keberadaan ramandanya. Dan jika ditemukan, dimohon dengan segala
hormat untuk kembali ke Trowulan, Ibukota Majapahit untuk dikukuhkan lagi
menjadi Raja. Sunan Kalijaga bersedia membantu. Ditemani oleh beberapa
santrinya beliau langsung melakukan pencarian ke arah timur. Dan ternyata
benar, di Blambangan banyak umbul-umbuk pasukan Majapahit serta para prajurit
yang siap tempur berkumpul di sana .
Dan benar pula prabu Brawijaya masih ada di Blambangan belum menyebrang ke Bali . Agak kesulitan Sunan Kalijaga memohon bertemu
dengan Sang Prabhu, namun karena sang prabu tahu betul bahwa Sunan Kalijaga
yang seringkali dipanggilnya R. Sahid itu, menurut teliksandi Majapahit Sunan
Kalijaga beserta pengikutnya tidak ikut membantu penyerangan kpd Majapahit,
maka sunan Kalijaga diijinkan menghadap dengan kawalan ketat.
Disinilah dialog Serat Sabdo
Palon terjadi. Prabhu Brawijaya ditemani Sabdo Palon dan Noyo Genggong
berhadapan dengan Sunan Kalijaga beserta sesepuh Majapahit yang kebetulan
bersama-sama Sang Prabhu hendak menuju Bali, menyusul beberapa masyarakat jawa
yang lebih dahulu melarikan diri ke sana. Mendengar penuturan Sunan Kalijaga,
Sang Prabhu luruh hatinya. Karena sejatinya Sang Prabhu kini tengah menggalang
kekuatan untuk merebut kembali tahta dari tentara Islam. Tidak bias dibayangkan
bila itu terjadi, karena pendukung Sang Prabhu masih tersebar di seluruh
Nusantara. Pertumpahan darah yang lebih besar pasti akan terjadi. Putra2
Brawijaya masih banyak yang berkuasa dan mempunyai kekuatan tentara yang besar
seperti Adipati Handayaningrat IV di Pengging, Lembu Peteng di Madura, Bondhan
Kejawen di Tarup dan banyak lagi.
Sunan Kalijaga meminta agar
pertikaian dihentikan, dan sudilah kiranya Sang Prabhu kembali memegang tampuk
pemerintahan. Prabhu Brawijaya menolak karena jika itu terjadi maka beliau akan
merasa terhina oleh putranya sendiri. Bagaimana tidak seorang ayah harus
menerima tahta dari putranya sendiri, ini memalukan. Ketika perundingan menemui
jalan buntu, Sunan Kalijaga menyarankan agar Sang Prabhu mau memeluk agama
Islam. Dengan demikian seluruh pendukung beliau pasti akan meninggalkan satu
persatu, dan pertumpahan darah yang lebih besar dapat dihindari. Mendengar akan
hal itu Prabhu Brawijaya tercenung, untuk menghindari pertumpahan darah yang
lebih besar usulan Sunan Kalijaga memang masuk akal. Demi perdamaian Sang
Prabhu mengesampingkan egonya. Maka penuh dengan kebesaran hati beliau
menyatakan MASUK ISLAM.. Terkejutlah seluruh yang hadir termasuk Sabdo Palon
dan Noyo Genggong, hingga terlontarlah sebuah janji yang tercantum pada Serat
Sabdo Palon diatas.
Sepeninggal SPNG sang prabgu
bersedia kembali ke Trowulan, namun bukan untuk kembali menduduki tahta tetapi
mendamaikan seluruh kerabat Majapahit agar merelakan tahta dipegang oleh R.
Patah. Dalam perjalanan pulang inilah Sunan Kalijaga memohon untuk memotong
rambut sang Prabhu dengan sebilah keris. Setelah diijinkan Sunan Kalijaga
memotong rambut beliau tapi ternyata tak sehelaipun terpotong. Sekali lagi
Sunan Kalijaga meminta keikhlasan Sang Prabhu memeluk Islam, dan sekali lagi
Sunan Kalijaga memotong rambut beliau, dan kali ini terpotong sudah.
Namun Sunan Kalijaga belum puas,
menjelang berangkat kembali ke Trowulan Sunan Kalijaga mengambil air comberan
yang berbau sangat tidak sedap dan dimasukkan pada bilah bambu (Bumbung).
Dihadapan Sang Prabhu beliau menyatakan, apabila air comberan ini sesampainya
di Trowulan berubah tidak berbau busuk, nyata sudah bahwa Sang Prabhu telah
lahir batin masuk Islam. Berangkatlah rombongan itu ke Trowulan. Sesampainya di
Trowulan disambut sukacita oleh masyarakat Trowulan. Air dalam bilah bambu itu
dicurahkan oleh Sunan Kalijaga dan ternyata bau busuknya hilang, bahkan airnya
berubah jernih. Untuk mengingat akan hal itu, Blambangan diubah namanya menjadi
BANYUWANGI hingga sekarang.
Tidak beberapa lama di Trowulan
Sang Prabhu sakit. Putra-putranya datang berkumpul. Melalui Sunan Kalijaga
beliau ,mengamanatkan agar menghenttikan pertumpahan darah Hindu-Budha dengan
Islam. Biarkanlah R.Patah bertahta sebagai raja Jawa walau sebenarnya keturunan
dari Pengginglah yang lebih berhak.
Menjelang akhir hayat beliau
berpesan agar diatas pusara makam beliau nanti jangan di beri tanda bahwasannya
beliau adalah Prabhu Brawijaya Raja Majapahit terakhir. Namun tandailah dengan
nama Putri Champa Anarawati permaisuri beliau. Sebab beliau merasa diperhinakan
sebagaimana wanita oleh putranya sendiri. Dewi Anarawati, putri Champa yang
beragama Islam adalah bibi Sunan Ampel, dan beliaulah yang menyarankan agar sang
Prabhu memberikan Ampeldhenta kepada Sunan Ampel untuk didirikan sebuah
pesantren Islam. Maka jangan heran apabila di Trowulan tidak ditemukan makam
Prabhu Brawijaya, melainkan Putri Champa. Padahal makam Putri Champa yang asli
berada di Gresik. Begitu Majapahit diserang pasukan Islam, beliau diungsikan ke
Gresik hingga beliau wafat disana.
Catatan ini diringkas dari Banyak
buku diantaranya Babad Tanah Jawa, Pararathon dan Novel Sabdo Palon. Tujuannya
adalah untuk koreksi kedalam diri penulis sendiri, dan betapa sesungguhnya
nenek moyang kita itu ternyata jauh lebih hebat dari pada kita-kita sekarang
ini. Bagi generasi sekarang ini kita bisa belajar banyak dari petikan kisah
diatas bahwasannya sebuah ajaran apapun bagusnya bila tidak membangun akhlak maka
ajaran itu hanya akan menimbulkan perpecahan dan peperangan antar sesama
manusia. Bila ajaran atau agama sudah ditumpangi berbagai kepentingan, bukan
lagi setuhu untuk membangun sejatining urip manusia maka itu bukan lagi murni
ajaran bagi kebaikan.
Coba kita amati apa yang terjadi
di Nusantara ini hampir 2 dasa warsa ini, semua yang diuraikan dalam Serat
Sabdo Palon satu persatu mulai berwujud atau terjadi.
Wallahualam….semua kembali pada
Kehendak Tuhan Yang Berkuasa atas alam semesta ini. Sekarang kembali kepada
pribadi masing-masing, akankah kita tetap mengedepankan ego kita dan menganggap
segala sesuatu yang kita yakini ini harus juga diyakini semua orang? Ataukah
kita kembalikan kepada pribadi masing-masing dan kita hormati pilihan keyakinan
mereka? Pilihan ada ditangan anda semua. Sedikit saya sampaikan bahwa penulis
adalah seorang mualaf, Namun begitu bagi penulis memahami keislaman tidak
dengan gebyah uyah atau ditelan mentah-mentah. Bagi penulis Islam itu flexible
dengan tempat dimana disebarkan dan dengan perkembangan jaman. Sedikit uraian
penulis tentang pemahamannya.
SERAT
SABDO PALON
“Sinom”
Pada Sira Ngelingono
Carita Ing Nguri-Uri
Kang Kocap Ing Serat Babad
Babad Nagari Mojopahit
Sang-a Brawijaya Prabu
Pan Samya Pepanggih
Kaliyan Njeng Sunan Kali
Sabdo Palon Noyo Genggong Rencangiro
|
Ingatlah kalian semua
Akan cerita masa lalu
Yamg tercantum dalam Babad
{Sejarah}
Babad Negara Majapahit
Sang Prabu Brawijaya
Ketika itu tengah bertemu
Dengan kanjeng Sunan Kalijaga
Ditemani Sabdo Palon dan Noyo
Genggong
|
Sang-a Prabu Browijoyo
Sabdanira arum manis
Nuntun dhateng Punokawan
Sabdo Palon paran karsi
Jenengsun sapuniki
Wus Ngrasuk Agama Rasul
Heh To kakang manira
Meluwo agomo suci
Luwih becik iki agomo kang mulyo
|
Sang prabu Brawijaya
Bersabda dg lemah lembut
Mengharapkan kpd ke2
punakawannya
Tapi Sabdo Palon tetap menolak
Diriku ini sekarang
Sdh memeluk agama Rasul {Islam}
Wahai kakang kalian berdua
Ikutlah Memeluk Agama Suci
Lebih baik krn ini agama yang
mulia
|
Sabdo Palon matur sugal
Yen kawulo mboten arsi
Ngrasuko agomo Islam
Wit puniki Yekti
Ratuning Dang Yang Jawi
Momong marang anak putu
Sagung kang poro noto
Kang jumeneng ing tanah Jawi
Wus pinesthi sayekti kulo pisahan
|
Sabdo palon menghaturkan kata2
keras
Hamba tidak mau
Memeluk agama Islam
Sebab hamba ini sesungguhnya
Raja DangHyang tanah Jawa
Memelihara kelestarian anak
cucu
Serta semua para raja
Yang memerintah di tanah Jawa
Sdh mjd suratan karma kita
harus berpisah
|
Klawan Paduka sang noto
Wangsul maring sunyo ruri
Mung kula matur petungno
Ing benjang sak pungkur mami
Yen
Jangkep gangsal atus taun
Wit ing dinten puniko
Kulo gantos agami
Gomo buddhi sebar ing tanah Jowo
|
Dg paduka wahai sang raja
Kembali ke alam sunyo ruri
Hanya saya menghaturkan sebuah
pesan
Agar paduka menghitung
Kelak sepeninggal hamba
Apabila sdh dtg waktunya genap
500th
Mulai hari ini
Akan saya ganti agama {di Jawa}
Agama Buddhi akan sy sebarkan
ditanah Jawa
|
Sinten tan purun Nganggeyo
Yekti kulo rusak sami
Sun sajekaken putu kulo
Berkakasan rupi-rupi
Dereng lego keng ati
Yen during lebur atempur
Kula damel pratondo
Pratondo tembayan mami
Hardi Merapi yen
|
Siapa saja yg tdk mau memakai
Akan saya hancurkan
Akan saya berikan kpd cucu sy
sbg tumbal
Makhluk halus berwarna warni
Belum puas hati hamba
Apabila belum hancur lebur
Saya akan membuat pertanda
Pertanda sbg janji serius saya
Gng Merapi apabila sdh meletus
mengeluarkan lahar
|
Ngidul ngilen purug iro
Nggada banger ingkang warih
Nggih puniko wedal kulo
Wus nyebar agomo buddhi
Merapi janji mamai
Anggereng jagad satuhu
Kersaning Jawoto
Sedoyo gilir gumanti
Mboten kenging kolomunto kaowahan
|
Kearah selatan barat
mengalirnya
Berbau busuk air laharnya
Itulah waktunya
Sdh mulai menyebarkan agama
buddhi
Merapi janji saya
Menggelegar seluruh jagad
Kehendak Tuhan
Krn sglanya pasti akan berganti
Tidak mungkin untuk dirubah
lagi
|
Sanget-sangeting sangsoro
Kang tuwuh ing tanah Jawi
Sinengkalan tahuniro
Lawon Sapto Ngesti Adji
Umpami Nyabrang kali
Pratheng tengah-tengahipun
Kaline banjir banding
Jerone nglelepno Jalmi
Kathah sirno manungso praptheng praloyo
|
Sangat2 sengsara
Hidup di tanah Jawa
Sinengkapan tahun
Lawon-8 Sapto-7 Ngesti-9 Adji-1
= 1978
Seandainya menyebrang sungai
Ketika msh berada
ditengah-tengah
Banjir bandhang akan dtg tiba2
Tingginya air menenggelamkn
manusia
Banyak manusia hilang dan mati
|
Beboyo ingkang tumeko
Waroto sak tanah Jawi
Ginawe kang peparing gesang
Tan kenging dipun sanggahi
Wit ing donyo puniki
Wonten ing sak kwasanipun
Sedoyo pro jawoto
Kinaryo amertandani
Jagad iki yekti kang akaryo
|
Bahaya yang datang
Merata di seluruh tanah Jawa
Diciptakan oleh Yang Memberi
Hidup
Tidak bias untuk ditolak
Sebab di dunia ini
Dibawah kekuasaan Nya
Tuhan dan Para Dewa
Sebagai bukti
Jagad ini ada yang menciptakan
|
Warno-warno kang beboyo
Angrusakken tanah Jawi
Sagung tiyang nambut karyo
Pedamel mboten nyekapi
Priyayi keh beranti
Sudagar tuno sedarum
Wong glidig ora mingsro
Wong tani ora nyukupi
Pametune akeh sirno aneng wono
|
Bermacam-macam mara bahaya
Merusak tanah jawa
Semua yang bekerja
Hasilnya tidak mencukupi
Pejabat bnyk yg lupa daratan
Pedagang mengalami kerugian
Yang berkelakuan jahat smakin
banyak
Yg bertani tidak mencukupi
Hasilnya bny terbuang di
hutan/alas
|
Bhumi ilang berkatiro
Omo kathah kang ndatengi
Kayu kathah ingkang ilang
Cinolong dining sujanmi
Pan risaknyo nglangkungi
Karono rebut rinebut
Risak tataning janmo
Yen ndalu grimis keh maling
Yen rino-wa kathah tetiyang ambegal
|
Bumi hilang berkahnya
Banyak
Pepohonan bny yang hilang
Dicuri manusia
Kerusakan sangat parah
Sebab saling berebut
Rusak tatanan moral masyarakat
Apabila malam hujan bny pencuri
Apabila siang banyak perampok
|
Heru hara sakeh janmo
Rebutan ngupoyo angering projo
Tan tahan perihing ati
Katungka prapto neki
Pageblug ingkang linangkung
Leloro mgombrop-ombro
Waroto ing sak tanah Jawi
Enjing sakit sorenyo sampun praloyo
|
Huru hara seluruh
manusia/perang saudara
Berebut kekuasaan
kerajaan/projo
Tidak tahan pedihnya hati
Disusul datangnya
Pagebluk yang panjang
Penyakit berjangkit dimana mana
Merata se tanah Jawa
Pagi sakit sorenya mati
|
Kesandung wohing praloyo
Keselak banjir ngemasi
Udan barat salah mongso
Angin gung nggegirisi
Kayu gung brasto sami
Tinempuhing angina agung
Kathah rebah amblasah
Lepen-lepen samyo banjir
Lamun tinom pan pados samodro beno
|
Blm selesai wabah kematian
Ditambah banjir bandang smakin menggenapi
Angin besar mengerikan
Pohon2 besar bertumbangan
Disapu angina yg besar
Banyak yang roboh berserakan
Sungai2 banyak yang banjir
Apabila dilihat bagaikan lautan
|
Alun minggah ing ndaratan
Karyo ngrusak tepis wiring
Kang dumunung keirng kanan
Kajeng akeh ingkang keli
Kang tumuwuh apinggir
Samyo kentir trusing laut
Selo geng sami brasto
Kabalebeg ketut keli
Gumalundung gumludhug swaraniro
|
Ombak naik ke daratan / tsunami
Membuat rusak pesisir pantai
Yang berada di kiri kanannya
Pohon banyak yg hanyut
Yang tumbuh di pesisir
Hanyut ke tengah lautan
Bebatuan besar hancur
berantakan
Tersapu ikut hanyut
Bergemuruh nyaring suaranya
|
Hardi agung agung samyo
Huru horo nggegirisi
Gumelar swaraniro
Lahar wutah kanan kering
Ambleber anglelepi
Nrajang wono lan deso gung
Manungsonyo keh brasto
Kebo sapi samyo gusis
Sirno gempang tan wonten monggo puliho
|
Semua gunung berapi
Huru hara mengerikan
Menggelegar suaranya
Lahar tumpah ke kanan dan
kekiri
Menenggelamkan
Menerjang hutan dan perkotaan
Manusia banyak yang mati
Kerbau sapi habis
Sirna hilang tidak bias
dipulihkan lagi
|
Lindu ping pitu sedino
Karyo sisahing sujanmi
Sitinipun samyo nelo
Brekakasan kang nglelesi
Anyeret sagung janmi
Manungso pating galuruh
Kathah kang nandang rogo
Warno-warno ingkang sakit
Awis waras akeh klang prapteng praloyo
|
Gempa bumi sehari 7 kali
Membuat ketakutan manusia
Tanah banyak yang retak2
Makhluk halus yg ikut membantu
amarah alam
Menyeret semua manusia
Manusia menjerit-jerit
Banyak yang terkena penyakit
Berbagai macam penyakitnya
Jarang yg bias sembuh malah
banyak yang menemui kematian
|
Sabdo Palon nulyo mukswa
Sakedhep mboten kaesi
Wangsul ing jaman limunan
Langkung Nggugun Sri Bupati
Njegreg tan biso angling
Ing manah langkung gegetun
Kadhuwung lepatiro
Mupus karsaning Dewadi
KODRAT IKU SAYEKTI TAN KENO OWAH
|
Sabdo Palon kmudian
Muksa/menghilang
Sekejap mata tak terlihat lagi.
Kembali kealam misteri
Sangat keheranan sang Prabu
Terpaku tak bias bergerak
Dalam hati merasa menyesal
Merasa telah berbuat salah
Akhirnya hanya bias berserah
pada Tuhan
Janji yang telah terucap itu
sesungguhnya tidak bias dirubah lagi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar