Senin, 19 Agustus 2013
SEJARAH BERDIRINYA KRATON SURAKARTA DAN YOGYAKARTA
Tertulis dalam babad tanah Jawi, dalam ingatan orangtua tentang Prabu Brawijaya Sang Kertabumi, raja di Majapahit bahwa ia memperistri Putri Wandan, dan memperoleh putra tampan berwibawa rupanya, ia disebut Raden Bondan Kejawan Saat ia dilahirkan Majapahit telah mendekati kehancurannya karena itu dititipkanlah ia kepada Ki Juru Sabin apalagi karena ibundanyapun meninggal sewaktu melahirkan Setelah mencapai usia remaja Bondan Kejawan dibawa ke Tarub untuk dibina jiwa dan raganya oleh Ki Ageng Tarub ketika disanalah ia berganti nama menjadi Raden Lembu Peteng
Adapun Ki Ageng Tarub itu sebenarnya putra Dewi Rasawulan yaitu putri tumenggung Tuban Wilatikta yang perkasa ia pun adik Raden Said, yang disebut juga Sunan Kalijaga Ki Ageng itu menikah dengan Dewi Nawang Wulan dan menurunkan seorang anak wanita bernama Dewi Nawangsih maka dengan Dewi Nawangsihlah Bondan Kejawan menikah dan berputra Raden Getas Pandawa, yang lalu menurunkan Ki Ageng Sela, abdi setia, prajurit di kesultanan Demak Ia cakap mengabdi, bahkan turut perang melawan Majapahit tetapi setelah tua kembalilah ia ke desanya di sana menulis sebuah serat pepali untuk anak cucu
Dari putri Sumedang Ki Ageng sela menurunkan dua orang anak yaitu Nyi Ageng Saba dan Ki Ageng Ngenis ing Nglawean Ki Ageng Ngenis adalah pengabdi dan pendukung Mas Karebet bahkan hingga naik takhta dengan gelar Sultan Hadiwijaya Karena jasa-jasanya dari raja Pajang itu memperoleh dukuh Perdikan yaitu Nglaweyan di mana ia kemudian menetap hingga mangkatnya Putra Ki Ageng, yang bernama Ki Gede Pemanahan menjadi abdi Sultan Pajang, dan diangkat menjadi kakak Karena kasihnya ia selalu membela junjungannya hingga berani menghadapi Arya Penangsang dari Jipang seorang musuh Pajang yang sombong dan angkuh sikapnya karena dukungan Ki Juru Mertani, Ki Penjawi dan Sutawijaya berhasillah Ki Gede Pemanahan membinasakan Arya Penangsang yang gugur dalam kemarahan di aliran Bengawan Sore Karena jasanya itu maka Sultan Pajang menghadiahkan Alas Mentaok dan daerah Kadipaten Pati kepada Pemanahan dan kepada Penjawi.
Demikianlah maka pada suatu hari yang penuh berkat berangkatlah rombongan Ki Gede ke Alas Mataram di situ ada di antaranya: Nyi Ageng Ngenis, Nyi Gede Pemanahan Ki Juru Mertani, Sutawijaya, Putri Kalinyamat, dan pengikut dari Sesela Ketika itu adalah hari Kamis Pon, tanggal Tiga Rabiulakir yaitu pada tahun Jemawal yang penuh mengandung makna Setibanya di Pengging rombongan berhenti selama dua minggu Sementara Ki Gede bertirakat di makam Ki Ageng Pengging Lalu meneruskan perjalanan hingga ke tepi sungai Opak Di mana rombongan dijamu oleh Ki gede Karang Lo Setelah itu berjalan lagi demi memenuhi panggilan takdir hingga tiba di suatu tempat, disana mendirikan Kota Gede
Semakin lama negeripun semakin berkembang jua malah dilengkapi keraton yang selesai dibangun tahun 1578 Di sanalah Ki Gede Pemanahan memerintah, sebagai bawahan Pajang Hingga akhirnya mangkat dipanggil ke hadirat Sang Pencipta serta dimakamkan di halaman mesjid Agung di Kuto Gede pada tahun ber-candrasengkala “Lunga trus rumpaking bala” Maka Ki Gede Pemanahan meninggalkan tujuh orang anak: Pertama Mas Danang, yang disebut pula Sutawijaya dan sering dipanggil Raden Ngabehi Lor ing Pasar kedua Raden Jambu, ketiga Raden Santri keempat Raden Kedawung, kelima Raden Tompe keenam istri Arya Dadap Tulis, ketujuh istri Tumenggung Mayang
Tersebutlah Sutawijaya ditunjuk Sultan Pajang menjadi pengganti ayahnya, dengan gelar Senopati Ing Alaga Ia adalah pemimpin yang cakap, dan prajurit yang gagah perkasa tegasnya pantas ia menjadi raja, sebagaimana yang dicita-citakannya Sewaktu bertirakat di batu besar Lipura ia mendapat wahyu bahwa akan menjadi raja, yang menurunkan Wangsa Agung diperingati oleh paman Ki Martani, ia menyusuri kali Opak ke arah timur lalu bertapa di laut selatan, yaitu di tepi ombak yang menderu di tempat bernama Sawangan, di wilayah Kanjeng Ratu Kidul Sementara itu Ki Juru Martanipun memberinya dukungan dengan menjalankan prihatin tapa, di lereng gunung Merapi
Setelah itu bersiaplah mereka mempersiapkan kebangunan Mataram menjawab panggilan sejarah, memenuhi amanat leluhur Segala adipati, penguasa, dan tokoh di sekitar Mataram ditundukannya untuk menjadi pendukung usahanya Ki Ageng Mangir, adipati Kulon Progo, yang ingin merdeka dibinasakannya, walau ia adalah seorang menantu yaitu suami Kanjeng Ratu Pembayun, putri Senopati yang suka supaya ayahandanya dan suaminya mau bersatu Seterusnya Senopatipun memperkuat semua pasukannya juga membangun parit dan benteng, seakan menantang Pajang Setelah itu ditemukannya berpuluh dan beratus halaman tempat dituliskannya seribu satu malam alasan untuk tidak datang ke Pajang, dan bersembah kepada raja Marahlah Adiwijaya, Pajang menyerbu, pertempuran pecah di Prambanan gagah orang Mataram berjuang, maka Pajangpun mengundurkan diri Pada perjalanan pulang Sultan Adiwijaya jatuh sakit dan sangat parah keadaannya sewaktu tiba di kota penuh hormat dan kasih Senopati mengiringkan perjalanannya malah menyuruh letakkan serumpun kembalian cinta berupa kembang selasih, yang diletakkan di gerbang istana akhirnya mangkatlah Sri Sultan, terbukalah jalan bagi Mataram Maka kemenangan Mataram itu terjadi pada tahun Saka 1508 dan diperingati dengan Candrasengkala pada gerbang mesjid Agung
Setelah itu mulailah Sang Panembahan Senopati berperang untuk menaklukkan daerah-daerah di tanah Jawa ia pergi bertempur melawan adipati-adipati di timur bahkan pernah pula berlaga melawan Pati berperang melawan Pragola Pertama, putra Ki Penjawi demikianlah hidupnya penuh perjuangan, hingga ia mangkat pada tahun 1601 di Bale Kajenar yang disebut juga Gedhong Kuning seperti ayahandanya iapun dimakamkan di halaman mesjid Agung di ibukota praja Mataram, negeri para perwira
Lalu naiklah raja baru, yaitu Mas Jolang, anak Kanjeng Ratu Pati ia mengenakan gelar Sunan Hadi Prabu Anyakrawati Walaupun sebentar memerintah iapun sering bertempur melawan para adipati di timur dan di pesisir utara serta terus berusaha menanam pengaruh, di Sumatra dan Sukadana Di bidang pembangunan ia rajin memperindah istana juga tekun mendorong perkembangan sastra Sebagai contoh adalah menjadi majunya ilmu pewayangan sebagai buah-tangan hasil karya Ki Dalang Panjang Mas Adapun Sunan Hadi Prabu Anyakrawati mangkat ketika celaka sewaktu melakukan perburuan di Krapyak maka iapun disebut orang Panembahan Seda Krapyak ia dimakamkan di Kota Gede bersama dengan seluruh keluarga istana
Lalu naik takhtalah Mas Rangsang, putra prabu dari Kanjeng Ratu Pajang pembawaannya sungguh seperti Senopati Ing Alaga dan sebagai imam disebut pula Sayidin Panatagama Khalifatullah sedangkan gelarnya adalah Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma Ia adalah negarawan yang berkemauan dan bercita-cita keras bijaksana, jujur, adil, menyukai sastra, dan bertakwa Sejak mulai memerintah tekun membina roda pemerintahan memperkuat tentara dan mengukuhkan kehormatan Mataram kesiagaan kerajaan agung ditingkatkan dan kewaspadaan dijaga sebab dimana-mana timbul tantangan dan perlawanan Tahun 1614 Mataram menyerbu kota-kota Pasuruan dan Lumajang tetapi lalu mundur di kejar gabungan tentara Wetan pecah pertempuran di tepi sungai Andaka dan Matarampun jaya Tahun 1615 di bawah pimpinan Prabu Agung Mataram menyerbu Wirasaba, kota benteng di Maja Agung, diporak-porandakan Tetapi telah berkumpul di Lasem para adipati Wetan dipimpin dipati Surabaya yang ingin menahan kemajuan Mataram Tentara Mataram yang sedang kembali dikejar mundur hingga di Pajang dimana tentara Wetan dipukul mundul Tidak menyerah pada tahun 1616 gabungan adipati Wetan ganti menyerbu di Siwalan-Pajang pecah pertempuran yang dimenangkan Mataram terus Mataram maju menyerang dan merebut Lasem dan pada tahun berikutnya menaklukkan Pasuruan hingga adipatinya terpaksa lari ke Surabaya
Seterusnya pada tahun 1618 Pajang memberontak maka dijarah habis kotanya dihancurkan dan penduduknya digiring ke Mataram Tahun 1619 pelabuhan Tuban di kepung selama berbulan-bulan hingga rakyatnya menyerah karena tak tahan derita Tahun 1620 dan 1621 Mataram menyerbu Surabaya, tetapi gagal sebab selat Madura belum dikuasai, dan bantuan pangan tetap datang dari para sekutu di Madura dan di Sukadana Tahun 1623 Mataram menyerbu lagi dengan ganasnya habis rusak Jortan, Gresik dan seluruh kitaran Surabaya Adipati Kendalpun dikirim untuk merebut Sukadana Tetapi tetap saja Surabaya tangguh bertahan dalam serbuan itu akhirnya gelombang prajurit Mataram menyapu Madura Sumenep, Bangkalan dan Sampang semua tunduk tanpa kecuali banyak para ningrat terbunuh, banyak pula yang lari ke Giri dan Banten Setelah itu dikepunglah Surabaya dan dibendunglah sungai Mas ditaburkan racun dan bisa pada airnya yang menggenang di kota ribuan rakyatnya mati karena penyakit dan kelaparan maka setelah bertempur dengan penuh keberanian dan kegagahan akhirnya Surabaya tunduk dan menyerah kalah Pada tahun 1625 yaitu di puncak kejayaan Mataram dibuatlah meriam Pancawura sebagai lambang kekuasaan Tetapi perang penaklukkan oleh Mataram belum selesai sebab tanah Jawa belumlah semuanya tunduk
Pada tahun 1627 Prabu Agung memimpin pasukan menyerbu Pati karena Pragola kedua terlihat akan memberontak kota Pati dijarah habis dan rakyatnya dijadikan tawanan sedangkan keluarga Pragolapun sirna dari sejarah Jawa Setelah itu bersama tentara Sunda dari Ukur dan Sumedang pasukan Mataram menyerbu kedudukan Belanda di Betawi dalam penyerbuan pertama di tahun 1625 dan dalam penyerbuan kedua di tahun 1626 Walaupun gagah dalam menyerbu Mataram terpaksa mundur karena kuatnya pertahanan kota Belanda di Betawi dan jayanya armada laut serta mutakhirnya persenjataan Beberapa saat setelah itu bergolak pula daerah Kulon karena Ukur dan Sumedang memberontak kepada raja maka dengan dukungan Panembahan Cirebon dan para umbul Sunda menyerbulah Mataram dan memadamkan pemberontakan sedangkan adipati Ukurpun dihukum mati
Tetapi Sultan Agung bukanlah hanya pemenang dalam perang sebab ia juga menjadi pelopor pembangunan dan kebudayaan Kraton didirikan, mesjid diperindah, dan gerbang Tembayat dipugar Ia menulis surat sastra Gending, tentang hal kebatinan yaitu persatuan antara sastra aksara dan gending marifat Ia juga menyatukan tarikh saka dan tarikh hijrah dan memadu perayaan garebeg dengan puasa dan maulud maka di masa itu ia memerintahkan penulisan babad kejayaan Walaupun semua berjalan dengan lancar dan baik terjadi pula beberapa keresahan di Mataram Pada tahun 1630 beberapa pengikut Tembayat dengan dukungan Tepasana dan Kajoran memberontak tetapi kemudian tunduk kepada kewibawaan Prabu Agung Selanjutnya pada tahun 1636 Panembahan Kawis Guwa yaitu keturunan Sunan Giri, menolak kekuasaan Mataram akibatnya Giri diserbu dan Panembahan dikalahkan Pada tahun 1635 Matarampun telah menyerbu Balambangan dan Panatukan yang kukuh bertahan karena bantuan Dewa Agung dari Gelgel Lalu pada tahun 1639 sekali lagi Mataram menyerbu ke timur Setelah menang ingin terus menyerbu ke pulau Bali tetapi rencana dibatalkan karena banyak perwira telah gugur Demikianlah Mataram itu pada puncak kekuasaannya besar, megah dan sangat unggul di sebagian besar Jawa serta dihormati oleh Jambi, Palembang, Banjar dan Makasar yang sering mengirimkan utusan dengan hadiah ke ibu kota Akhirnya pada bulan Februari tahun masehi 1646 mangkatlah Sultan Agung dan dimakamkan di Imogiri yaitu bukit pemakaman keramat keluarga istana yang menjadi lambang dan tanda keagungan Mataram
Lalu naik takhtalah Pangeran Adipati Anom, putra prabu dari Kanjeng Ratu Kulon yang memerintah dengan gelar Susuhunan Amangkurat pertama Pada dirinya itulah terhimpun riwayat dan sejarah keluarga dari pihak ayahandanya berdarah Senopati dan Pamanahan dari pihak ibundanya ia mewarisi darah para pemuka Sunda Sebab ibunda Kanjeng Ratu Kulon bukan saja memiliki Batang, sebagai tanah gaduhan tetapi ia juga putri Panembahan Cirebon, yaitu Panembahan Ratu Sedangkan Panembahan Ratu adalah turunan darah Syarif Hidayatullah yaitu wali yang disebut Susuhunan Gunung Jati, dan Ibunda Gunung Jati adalah Nyi Rara Santang yang saleh adik Panembahan Cakrabuwana, yaitu Raden Arya Santang atau Haji Abdul Iman dan kakak Sunan Rakhmat Suci, yaitu Raden Kian Santang atau Prabu Sagara Maka mereka bertiga itu adalah anak Nyi Ratu Subang Karancang yaitu santri wanita, putri patih Mangkubumi dari Jayasingapura yang dijadikan istri oleh Prabu Siliwangi Ratu Jayadewata penguasa Prahajyan Sunda yang agung dan luhur disebut juga Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran Karena itu pada diri sang Adipati Anomlah bersatu darah Brawijaya, darah Mataram dan darah Siliwangi
Adapun masa pemerintahan Susuhunan Amangkurat Ingalaga Mataram itu penuh dengan kemelut, bencana, dan gejolak musuhnya banyak baik di luar maupun di dalam istana baik di kalangan sentana raja, ulama, maupun penguasa daerah dan sering pula mengalami pecahnya pemberontakan Pada tahun 1647 Balambangan mengangkat senjata dipimpin Tawang Alun yang ingin merdeka dari Mataram maka terjadilah penyerbuan ke timur dan pertempuranpun pecah banyaklah pejabat Mataram yang gugur dalam memadamkan pemberontakan Demikian pula di Mataram Pangeran Alit dibinasakan para pengawal raja karena dengan keris terhunus ingin membunuh kakanda prabu Seterusnya Amangkurat bersilang jalan pula dengan Pamanda Purbaya dan bahkan di kemudian hari dengan anak kandungnya, Adipati Anom yang lahir dari Kanjeng Ratu Surabaya, putri Pangeran Pekik yaitu Adipati Surabaya yang dihukum mati Amangkurat Maka dalam suasana kemelut dan pecah-belah itu kekuatan lawan perlahan-lahan mulai tersusun Trunojoyo, turunan Sampang dan Bangkalan membangkang dibantu Kraeng Galesung, pemimpin pelarian Makasar di Demang-Basuki didukung oleh keluarga besar Kajoran di Klaten yang di pimpin oleh Raden Kajoran Ambalik, yaitu Panembahan Rama bahkan putra mahkota Adipati Anom mulanya bersahabat dengan Trunojoyo
Pada tahun 1675 serangan Madura dan Makasar datang
Dalam keadaan sakit Susuhunan mengundurkan diri ke barat untuk meminta bantuan keluarga ibunya merebut Mataram dengan diiringi keluarga dan para pengawal yang setia dilintasinya Bagelen, pegunungan Kendeng, wilayah Banyumas kemudian terus ke utara menujun ke daerah Batang Sementara itu Adipati Anom bertobat dan menggabungkan diri lalu dari tangan ayahnya menerima semua pusaka kraton Sebelum mencapai Tegal Susuhunan Amangkurat meninggal dunia dan disemayamkan di sebuah bukit kecil di Tegal Arum dan sejak saat itu disebut Panembahan Seda Tegal Arum
Maka hilanglah segala kebingungan dan kelesuan dari putra sang Prabu bangkitlah semangatnya dan bercahaya wajahnya karena wahyu keratuan disebutnya dirinya dengan gelar Susuhunan Amangkurat kedua dan diterimanya pengakuan dari para pangeran dan penguasa Pasir luhur, Batang, Cirebon, Semarang dan Jepara mendukungnya juga diterimanya janji untuk membantu dari Belanda Bersama pasukannya ia maju kearah timur untuk merebut hak tetapi tertahan di batas Mataram, karena ulah kakanda Puger yang dalam keadaan kacau telah mengangkat dirinya menjadi raja maka Amangkurat Amral berbelok ke utara menuju Jepara di sana menandatangani perjanjian dengan Belanda dilepasnya seluruh hak atas Jawa Barat, dan ditanggungnya biaya perang kemudian Belanda merebut seluruh wilayah Pantai utara untuk diserahkan kembali sebagai milik Susuhunan Raja Mataram sendiri merebut Kediri, dimana Trunojoyo ditangkap dengan kerisnya sendiri Susuhunan menghukumnya mati Lalu pada tahun1680 Amangkurat mendirikan istana di Pajang-Wanakerta dan pada tahun 1681 menerima penyerahan diri kakanda Puger tetapi keluarga Kertasana dari Brantas dan Kajoran dari Klaten begitu pula orang-orang Wanakusuma dari Gunung Kidul dengan teguh meneruskan perjuangan mereka hingga kelak bergabung dengan Untung Surapati di tahun 1686
Susuhunan Amangkurat ke dua memerintah hingga tahun 1703 yaitu tahun dimana sang prabu meninggal dunia dan dimakamkan Lalu naik takhtalah putra sang prabu, yaitu Susuhunan Amangkurat ketiga dibantu oleh Patih Nerang Kusuma, Panembahan Cakraningrat dan Untung Surapati raja muda itu ingin mengikis habis pengaruh Belanda di Mataram Pamanda Puger yang ingin menjadi raja merasa dicurigai maka larilah ia ke Semarang untuk meminta bantuan Belanda kembali bersama Belanda ke Mataram ia mengangkat dirinya menjadi raja dan disebut dengan gelar Sinuwun Pakubuwono pertama sedangkan Amangkurat ke tiga dan para pengikutnya lari ke timur untuk meneruskan perjuangan melawan Belanda bersama Surapati Setelah Surapati gugur pada tahun 1706 Susuhunan terus melawan hingga tahun 1708 yaitu ketika ia menyerah kepada Belanda Seterusnya ia diasingkan ke negeri Sailan, hingga mangkat disana pada tahun 1737.
Di negeri Mataram Pakubuwana pertama diikuti oleh yang kedua dan ketiga maka pada masa Pakubuwana ketigalah Pangeran Mangkubumi memberontak Karena ia tak terkalahkan diadakanlah perjanjian Giyanti pada tahun 1755 Mataram dibagi menjadi dua, yaitu Surakarta dan Yogyakarta di Surakarta berkuasa wangsa Pakubuwana dan di Yogyakarta wangsa Hamengkubuwana Selanjutnya terjadi lagi pemberontakan oleh Raden Mas Said, putra Mangkunegara, yang selama masa peperangan disebut Pangeran Samber Nyawa Iapun tak terkalahkan, sepak terjangnya benar-benar perkasa Pada tahun 1757 diadakanlah perjanjian Salatiga antara Raden Mas Said, Kasunanan dan Kompeni Belanda di mana di sepakati bersama pembentukan wilayah Mangkunegaran Terakhir adalah pembentukan wilayah Paku Alaman Sewaktu Inggris menguasai Jawa dari tahun 1814 hingga 1818 ketika itu Pangeran Natakusuma dianggap berjasa dan diangkat Gubernur Jendral menjadi Sri Paku Alam Kesatu Demikianlah berlalu kebesaran dan kejayaan Mataram untuk dikenang oleh semua orang yang menjadi pewarisnya. RAHAYU
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar